Oppa, tonajima
(Kakak, Jangan Tinggalkan Aku)
“Oppa Saranghae, imal hatjima,” ujar Eun Woo kepada Shandi.
Shandi hanya menanggapi dengan
senyum ucapan Lee Eun Woo yang asyik bermain Tuho. Tuho adalah permainan
tradisional dari Korea yang dimainkan dengan cara melemparkan anak panah atau
tongkat yang panjang ke dalam sebuah tempayan atau lobang dari jarak yang jauh.
Lee Eun Woo sering menghabiskan waktu luangnya bersama Shandi bermain Tuho.
Selain itu mereka juga sering menikmati senjanya dengan makan Jajangmyeon berdua.
Eun telah lama mengenal Shandi. Waktu itu umurnya
baru dua belas tahun. Shandi datang ke perusahaan anggur Ayah Eun untuk melamar
pekerjaan. Eun yang tergila-gila dengan aktor korea Kim Bum kontan kaget
melihat Shandi. Dia langsung histeris karena wajah Shandi mirip banget dengan
Kim Bum. Alhasil, Eun merengek-rengek kepada ayahnya agar menerima Shandi
bekerja disana. Ayah Eun yang melihat tingkah putrinya langsung menyuruh Shandi
datang esok hari dan mulai bekerja disana. Semenjak hari itu Eun mulai mendekati
Shandi dan diam-diam jatuh hati padanya. Shandi yang menyadari diperhatikan Eun
membuka peluang lebar-lebar agar mereka sering bersama. Shandi menganggap Eun
seperti adiknya sendiri. Sebenarnya Shandi melakukan itu karena permintaan Ayah
Eun sekaligus atasannya. Ayah Eun tidak pernah melihat putrinya sebahagia
ketika ia bertemu Shandi pertama kalinya. Shandi juga tidak keberatan
melakukannya selama pekerjaannya aman terkendali.
Shandi bekerja paruh waktu di
perusahaan Ayah Eun Woo. Ayah Eun sangat bangga padanya bahkan dia telah
dianggap seperti anak sendiri. Shandi sangat menyayangi dan menganggap Eun Woo
seperti adik kandungnya sendiri. Namun berbeda dengan Eun Woo. Dia mengharapkan
suatu saat nanti dia bisa menikah dengan Shandi. Shandi tidak menyadari
perasaan yang berbeda dari Eun Woo kepadanya. Dia memberikan perhatian
sepenuhnya kepada Eun Woo layaknya seorang kakak. Namun Eun Woo mencoba menarik
perhatian Shandi dengan sikap yang berbeda. Meski belum menampakkan secercah
harapan Eun Woo akan terus berjuang mendapatkan hati Shandi. Dia yakin Shandi
mau menganggap dirinya sebagai pacar bukan sebagai adik lagi.
Dua minggu setelah Eun mengatakan
dia mencintai Shandi, Shandi menerima surat panggilan tes kesehatan untuk
mengikuti wajib militer. Wajib militer adalah suatu
kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap warga negara Korea khususnya
laki-laki yang punya kesehatan fisik, mental dan spiritual yang bagus. Pokoknya
bukan penyandang cacat atau punya kelainan jiwa. Termasuk Shandi salah satu
diantaranya. Shandi siap menjalani karantina, menerima pelatihan ketentaraan
selama dua tahun. Berbeda dengan Eun Woo yang tidak siap dengan kepergian
Shandi.
“Oppa, tidak bisakah kau mengundur kepergianmu? Siapa yang
akan menemaniku disini? Kesendirian ini sungguh menyakitkan bagiku, Oppa,”
Hening.
“Oppa, kenapa kamu diam atau memang ini yang kamu inginkan?”
lanjut Eun.
Rentetan pertanyaan menghujam Shandi. Shandi merangkul Eun
Woo lalu mencium dahi Eun Woo. Dia tahu bagaimana perasaan Eun Woo jika ia
pergi karena tak seorangpun yang paham dengan kebiasaannya. Eun Woo akan merasa
kehilangan selama ia dikarantina. Eun Woo telah terbiasa dengan kehadiran
Shandi disampingnya namun Shandi tidak bisa mengelak dari panggilan ini.
“Mianhae,
aku tidak bisa menolak panggilan ini. Aku janji akan kembali,” ujarnya lirih.
“Oppa, tonajima,”
isak Eun Woo dalam pelukan Shandi.
“Mianhae.”
Detik-detik perpisahan terasa menyakitkan bagi Eun Woo dan
Shandi namun mereka tidak punya pilihan lain.
***
Satu setengah tahun berlalu, kepergian Shandi menyisakan sepi
yang tak berpenghujung. Mendung sepertinya hendak terus menggantung di sepasang
mata Eun Woo. Lelah dalam gundah. Menunggu penantian yang kian detik kian
menyakitkan.
Berbeda dengan Eun Woo, Shandi mulai melupakan Eun Woo untuk
sementara waktu. Disebabkan karena latihan yang begitu ketat dan tak memberi
ruang untuk memikirkan bagaimana keadaan Eun Woo. Hari-hari dilewatinya dengan
latihan demi latihan.
Seiring bergulirnya waktu, sekarang Eun Woo hampir terbiasa
tanpa Shandi di sisinya. Ditambah baru-baru ini dia mempunyai teman untuk
menepis rindunya pada Shandi. Song Hyun Soo, salah seorang mahasiswa yang
bekerja paruh waktu di perusahaan ayah Eun Woo. Anaknya manis, mudah diajak
bicara dan pintar bergaul. Dia juga penyayang seperti Shandi. Usianya pun
hampir sebaya dengan Shandi.
Song sering menemani Eun mengusir sepinya sembari melepaskan
lelahnya bekerja. Song juga sering menemani Eun bermain Tuho. Kelincahan Song
bermain mengingatkan Eun pada sosok Shandi yang sering menemaninya bermain
semenjak kecil. Suatu ketika, tanpa disadarinya bulir-bulir bening itu mengalir
di pipinya saat bermain dengan Song. Song yang secara tidak sengaja melihat Eun
menangis langsung menghentikan permainannya.
“Kenapa kamu menangis Eun? Adakah suatu hal yang membuatmu
bersedih hari ini?” ujar Song menghampiri Eun.
“Aku teringat Oppa, aku sangat merindukannya, semenjak dia
pergi satu setengah tahun yang lalu untuk wajib militer. Aku sangat menyayangi
dia Eonni. Sebelum kedatangan Eonni aku sangat kesepian karena tidak yang bisa
menemani hari-hariku. Selama ini Oppa selalu ada saat aku butuh.”
“Hmm… kamu tidak boleh sedih. Bukankah dia pergi untuk
kembali. Ayo sekarang tidak boleh nangis lagi,” ujar Song menyemangati Eun dan
menghapus air mata Eun. Eun pun tersenyum kembali.
“Yah, sekarang aku punya Eonni. Aku tidak boleh sedih lagi.
Chayyo…” sambut Eun tidak kalah semangat.
Mereka lalu berpelukan sambil tersenyum. Lalu Eun mengajak
Song makan Jajangmyeon karena perutnya
dari tadi terasa sangat lapar. Song langsung menyetujuinya karena Jajangmyeon juga salah satu makanan
kesukaannya.
“Wah… Eonni punya kesamaan selera juga dengan Oppa. Jajangmyeon juga makanan favorit Oppa. Oppa sering
mengajakku makan bersama sehabis bekerja. Aku tidak sabaran menunggu Oppa
pulang, aku janji akan mengenalkan Oppa kepada Eonni. Kalian pasti akan sangat
akrab. Aku semakin senang punya Eonni dan Oppa,” ujar Eun panjang lebar.
Song menanggapinya dengan senyum. Dia geleng-geleng
kepala melihat tingkah Eun yang bahagia layaknya anak kecil mendapat mainan
baru. Mereka menikmati suasana senja dengan bersukacita. Terlebih Eun yang
sangat senang karena kerinduannya kepada Shandi sedikit terobati dengan
kehadiran Song.
Hari berlalu begitu cepat. Seminggu lagi Januari akan
berakhir. Gurat kesedihan di mata Eun kini mulai hilang digantikan dengan
sinaran bahagia. Terlebih setelah Eun menerima sepucuk surat dari Shandi. Dia
mengabarkan bahwa tanggal dua Februari nanti dia akan pulang karena masa latihannya
telah genap dua tahun. Eun baru ingat kalau tanggal dua Februari adalah ulang
tahun Shandi. Dia berencana akan membuat pesta kejutan untuk Shandi sambil
menyambut kedatangan Shandi nantinya. Niat Eun diutarakan kepada ayahnya yang
langsung menyetujui rencana putri semata wayangnya. Bahkan Ayah Eun menyuruh
Song agar terlibat dalam pesta ulang tahun sekaligus penyambutan Shandi. Song
dengan senang hati menyanggupi permintaan ayah Eun. Sebenarnya Song tidak
merasakan suasana perusahaan di tempat Eun terlebih ayah Eun yang perhatian
padanya. Ayah Eun memang baik, dia menganggap orang-orang terdekat Eun seperti
anaknya sendiri. Sehingga Song merasa nyaman tinggal di tempat Eun.
Eun dan Song mulai merancang acara penyambutan untuk
Shandi. Song berusaha membantu Eun semaksimal mungkin karena Eun sangat
merindukan detik-detik perjumpaan dengan Shandi. Meski Song tidak mengetahui
seluruhnya tentang Oppa yang selalu dibanggakan Eun. Yang terpenting laki-laki
itu sangat berarti buat Eun. Song tidak ingin membuat Eun kecewa dengan pesta
itu. Selama satu minggu Eun dan Song sibuk dengan persiapan pesta. Sekarang
persiapan telah 100 % selesai, tinggal Eun yang menghitung jam perjumpaan
dengan orang yang dirindukannya. Malamnya mata Eun tidak bisa terpejam. Gelisah
menggerayangi jiwanya yang dirasuki kerinduan. Dini hari barulah kantuk
mendera.
Keesokan harinya.
Hari ini detik-detik menjelang kepulangan Shandi
dari wajib militernya. Di depan gerbang telah bertuliskan ucapan eoseo
wa.
Didalam rumah, Eun, Song dan Ayah
Eun menunggu dengan harap-harap cemas. Tidak lama kemudian datang seorang
pekerja di rumah Eun memberitahukan bahwa Shandi telah datang. Terlihatlah
sinar kebahagiaan di wajah mereka terlebih Eun yang bersorak karena kelewat
gembira. Ketika itu terdengarlah ketukan dari depan pintu. Mereka terdiam
sejenak kemudian serentak menyuruh orang yang diluar masuk. Ketika itu masuklah
Shandi ke dalam rumah. Melihat keadaan didalam rumah, Shandi cukup terkejut
dengan sambutan keluarga Eun. Seketika itu Eun berlari menghampiri Shandi dan
memeluknya.
“Oppa,” teriaknya.
Shandi membalas pelukan Eun sambil
mengusap rambut Eun. Ia tahu bahwa ia juga merindukan Eun namun bukan rindu
yang sama dengan Eun. Kemudian Shandi melepaskan pelukan Eun lalu memberi
hormat pada ayah Eun. Kemudian mata Shandi dialihkan pada Song. Eun yang
menyadari ketidaktahuan Shandi langsung bersuara.
“Oppa, kenalkan ini Eonni, selama
Oppa tidak ada disampingku Eonni yang menemaniku. Berterimakasihlah kepada
Eonni, Oppa.”
Shandi yang terpesona dengan
kecantikan Song tidak menghiraukan kata-kata Eun. Dia terpaku menatap Song.
Song yang ditatap Shandi jadi salah tingkah. Ia tidak ingin merusak suasana di
rumah itu. Song lalu menunduk memberi salam.
“Anyeonghaseo,
saya
Song, Mannaseo
bangapseummnida,” ucap Song.
Eun yang menyadari kediaman Shandi
lalu mengguncang tubuh Shandi.
“Oppa, beri salam kepada Eonni!”
“E… eh… ne, anyeonghaseo, Mannaseo bangapseummnida,
Shandi,” balas Shandi dengan gugup.
Akhirnya
ayah Eun memecah kesunyian.
“Ayo
Nak, mari kita rayakan hari bahagia ini,” sambut ayah Eun.
“Oppa,
saengil chukha hamnida,”
potong Eun.
“Gomawo,” balas Shandi sambil mengusap
kepala Eun.
Shandi
tahu Eun sangat bahagia dengan kepulangannya. Namun ada hal lain yang
menggelitik sukmanya. Gadis yang dikenalkan Eun barusan telah mengusik sudut
terdalam hatinya. Jantungnya berdetak kencang saat dia melayangkan pandangan ke
arah Song. Karena saat itu Song juga sedang meliriknya.
“Apakah
ini cinta pada pandangan pertama?” bisiknya.
***
Semenjak pertemuan pertama ketika ulang
tahun Shandi, Song dan Shandi menjadi lebih akrab. Karena Eun sering melibatkan
Song disetiap kegiatannya dengan Shandi. Mulai dari kebiasaannya bermain Tuho
ataupun pergi makan Jajangmyeon. Song tidak
kesulitan beradapatasi dengan Shandi. Karena kebiasaan mereka hampir sama. Bagi Shandi ini adalah kesempatan baik agar lebih dekat
dengan Song.
Mereka sering terlihat bersama. Eun,
Shandi dan Song menghabiskan hari-hari mereka dengan menikmati musim dingin
yang sebentar lagi usai. Mereka menyempatkan diri menikmati permainan ski. Eun
tidak ikut bermain karena dia belum mahir bermain ski. Shandi dan Song
mencobanya berdua. Eun senang melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah
Shandi dan Song. Eun tidak menyadari ada getaran yang berbeda antara Shandi dan
Song.
Setelah letih bermain ski mereka juga
menyempatkan diri menikmati Odeng.
Odeng merupakan
makanan yang kerap dicari ketika musim dingin tiba. Odeng ini mirip sekali dengan bakso, isinya berupa daging ikan cara
memakannya ialah dengan ditemani kaldu kuah panas. Odeng sangat diminati orang-orang karna odeng sangat cocok untuk
menghangatkan badan apalagi ketika musim dingin tiba.
Sehabis
makan Odeng mereka juga membeli Hotteok untuk dibawa pulang. Makanan ini mirip sekali dengan
martabak, terbuat dari campuran tepung
beras, gula, kacang tanah dan juga kayu manis. Proses memasaknya yakni digoreng.
Eun sengaja membeli makanan ini karena ayahnya sangat menyukai Hotteok. Semasa dia kecil ibunya sering
membuat makanan ini ketika musim dingin tiba.
Kemudian
Eun mengajak Shandi dan Song pulang. Dia khawatir ayahnya marah karena pulang
larut malam. Shandi dan Song menyetujuinya. Dalam perjalanan pulang tidak
banyak terjadi pembicaraan. Mereka larut dengan pikirannya masing-masing. Eun
yang terlalu lelah tertidur sambil memeluk lengan Shandi. Sedangkan Shandi
sibuk memikirkan perasaannya yang mengharu biru. Demikian juga dengan Song.
Sesampainya
di rumah mereka langsung tidur.
***
Keesokan harinya aktivitas di rumah itu kembali seperti
biasa. Song sibuk melakukan pekerjaannya. Dia tidak ingin melibatkan
perasaannya terlalu jauh terhadap Shandi karena Shandi begitu penting bagi Eun.
Eun telah menganggap dia sebagai saudara jadi tidak mungkin baginya melukai
hati Eun dengan mengambil orang yang disayanginya. Mulai hari itu Song berjanji
akan menjaga jarak dengan Shandi. Meskipun dia mengetahui Shandi juga memiliki
rasa yang sama namun Shandi lebih berani menunjukkan sikap perhatiannya. Hal
ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena Eun lebih mengharapkan cinta
Shandi.
Sedangkan Shandi lelah dalam gundah. Pikirannya tidak lagi
sepenuhnya untuk pekerjaan. Dia lebih banyak memikirkan perasaannya kepada
Song. Tampaknya tidak ada ruang untuk memikirkan Eun karena dia hanya
menganggap Eun sebagai adiknya. Berkebalikan dengan Eun yang menganggap Shandi
sebagai pacarnya. Ah cinta yag rumit. Hari-harinya lebih banyak dihabiskan
dengan melamun kadang memperhatikan Song dari kejauhan. Sikap dan perhatiannya
pada Eun sedikit terabaikan hingga ajakan Eun pun tidak lagi dinomorsatukannya.
Eun yang menyadari perubahan Shandi sedikit kecewa namun dia mencoba berpikir
positif.
“Mungkin Oppa banyak pekerjaan,” pikirnya menghibur diri.
Sebenarnya dia sedih dengan sikap Shandi yang sering
mengabaikannya. Namun dia tidak ingin menambah beban pikiran Shandi dengan
rengekannya. Sedikitpun Eun tidak curiga kalau yang menyebabkan perubahan
Shandi adalah Song.
Hari bergulir begitu cepat. Shandi semakin gencar mendekati
Song. Namun Song berusaha menghindari Shandi. Sedikit demi sedikit Eun mulai
curiga bahwa Shandi menyukai Song bukan dirinya. Karena perhatian Shandi lebih
banyak kepada Song daripada Eun. Namun hati Eun berusaha membantahnya.
“Oppa tidak mungkin mencintai Eonni, Oppa hanya mencintai
aku. Oppa milikku bukan milik Eonni,” bisik hatinya.
Sayangnya kenyataannya berbeda Shandi memang telah jatuh
cinta pada Song dan dia tidak bisa memungkiri hatinya. Hingga suatu hari
tersingkaplah segala yang tersembunyi. Eun mendapati Shandi berbicara dengan
Song. Secara diam-diam dia mengikuti pembicaraan mereka.
“Aku tidak mencintaimu, kau saja yang terlalu dramatis
menyikapi keadaan,” ujar Song mendustai hatinya.
“Tidak! Aku tidak percaya kau tidak mencintaiku. Telah lama
aku memperhatikan sikap dan perasaanmu. Perasaan kita sama dan jangan kau coba
mengelak lagi!” tegas Shandi.
Song hanya diam.
“Ayolah, jangan biarkan gelisah itu mencabik-cabik hatimu,”
lanjut Shandi.
“Maafkan aku, Eun lebih menginginkanmu,” kandas Song.
“Eun? Ada apa dengan adikku?” tanya Shandi bingung.
“Adik? Kalian bukan sedarah, Eun menyukaimu apa kamu tidak
merasakan perasaan Eun untukmu?”
“Ya, aku menyukai Eun tetapi hanya sebatas perasaan kakak
terhadap adik, tidak lebih.”
Eun yang mendengar ungkapan Shandi langsung terduduk lemas.
Bagai disambar petir disiang bolong. Hati Eun perih bak disayat sembilu.
Ternyata orang yang disayanginya selama ini lebih memilih perempuan lain bukan
dirinya.
“Eonni, Oppa,” ujar Eun lirih.
Shandi dan Song yang baru menyadari kedatangan Eun langsung
kaget. Mereka segera menghampiri Eun yang terduduk sejauh dua meter dari tempat
mereka berdiri.
Pikiran mereka kacau. Bagaimana mungkin Eun mendengarkan
percakapan mereka tadi. Shandi langsung membopong Eun ke rumah di ikuti Song
yang masih bingung dengan yang terjadi hari itu.
***
Sehari setelah kejadian, Song memutuskan berhenti bekerja.
Dan Shandi pun meminta cuti untuk beberapa waktu demi menenangkan pikirannya.
Tinggallah Eun yang kembali sepi mengenang mimpi buruknya.
“Oppa, nado dangsincheoreom yeojachingu jom
isseosseumyeon jokesseoyo,”
ujarnya lirih.
Selesai.
Biodata penulis :
Zuraini Juita atau yang lebih
dikenal Phalosa Aini oleh sahabat-sahabat penulis, adalah perempuan kelahiran
Batusangkar, pada tanggal 2 Oktober 1987. Berdomisili di Kota Batusangkar,
Sumbar. Januari 2011, bergabung di SMO Writing Revolution (WR).
Bisa kontak saya via fb : Phalosa Aini, Twitter
; Phalosa_aini, email :
atv_new@yahoo.co.id,
NB=> salah satu tulisan di buku Kumpulan Cerpen K-POP "A Thousand Dreams of Hallyu" tahun 2012, terbitan Wehzhu Publishing.