Kamis, 14 Mei 2015

Suamiku Sahabat Kecilku



Oleh : Phalosa Aini
 
            “Apa? Dijodohkan?”

Aku nggak percaya dengan apa yang dikatakan Ibu lewat telefon barusan. Kenapa Ibu harus menerima lamaran lelaki itu tanpa menanyakan terlebih dahulu kepadaku. Bagaimana mungkin aku menikah dengan orang yang tidak kukenal sama sekali. Pokoknya aku tidak akan menikah dengan laki-laki pilihan orangtuaku. Tetapi hari ini sungguh diluar kuasaku. Tiba-tiba Ibu menelfon dan menyuruhku pulang ke Batusangkar. Padahal aku harus menunggu pengumuman kelulusan ujian skripsiku. Ah Ibu… kenapa harus ada perjodohan. Akhirnya kuputuskan untuk cerita dengan sahabatku Andra. Anehnya Andra  menyetujui perjodohanku. Pupus sudah harapanku memimpikan Andra menjadi suamiku.

Padang, 07:30 WIB
            Huffhh… akhirnya aku bisa duduk tenang di atas mobil ini. Mobil yang kutumpangi melaju kencang seakan ada seseorang yang mengejarnya di belakang. Pikiranku melayang entah kemana, memikirkan kata-kata Ibu semalam. Tidak terbayang suasana seperti apa yang akan kuhadapi sesampai di rumah nanti. Aku layaknya seorang pesakitan yang harus pasrah menunggu ajal. Sungguh aku tidak menginginkan perjodohan ini tetapi aku tidak sanggup melihat wajah Ibu ketika aku menolak perjodohan ini. Ya Tuhan aku harus bagaimana?

            Batusangkar, 10.00 WIB
            Aku telah sampai di rumah kecilku. Aku tidak menemukan Ayah dan Ibu. Tetangga bilang mereka pergi kenduri salah seorang keluargaku di Payakumbuh. Lalu aku memutuskan untuk istirahat sambil menunggu mereka pulang sembari menyiapkan penolakanku terhadap perjodohan ini.

            Satu jam berlalu, tanpa kusadari aku tertidur pulas. Aku tidak tahu pukul berapa Ayah dan Ibu pulang dari Payakumbuh, yang jelas ketika ku terbangun, aku mendengar suara mereka bercakap-cakap di ruang tengah. Lalu aku menghampiri mereka.

“Yah… Bu…” sapaku.

“Eh kamu Vid,” kata Ayah sambil menoleh kepadaku.

Ibu menatapku tersenyum dan menyuruhku duduk disebelahnya. Aku merasa aneh dengan senyum Ibu. Sepertinya Ibu gembira sekali dengan kepulanganku dari Padang. Aku, Ayah dan Ibu terlibat percakapan tentang perjodohan dengan pria asing yang akan menjadi suamiku nanti.

“Pokoknya kamu harus menikah dengan pria itu Nak, Ayah dan Ibumu tidak terima alasan yang kamu berikan,” kata Ayah tegas.

“Tapi Yah,,,” ucapku memelas.

“Tidak ada tapi-tapian, acaranya sudah Ayah persiapkan. Dua minggu lagi kamu harus menikah dengan laki-laki itu. Kamu harus percaya sama Ayah dan Ibu. Kami yakin kamu tidak akan menyesal dengan perjodohan ini.” Lanjut Ayah.

Aku terduduk lemas mendengar kata-kata Ayah.
***
            Hari ini hari penentuan masa depanku. Menikah dengan pilihan orangtua, serasa hidup di zaman Siti Nurbaya. Legenda perjodohan di masa lampau. Aku hanya berharap keajaiban akan datang disaat pernikahan nanti.

“Vid, buruan calon kamu sudah datang Nak,” panggil Ibu dari luar kamar.

“Iya Bu,” jawabku pelan.

            Lalu aku ke luar kamar. Undangan sudah ramai di ruang tengah. Bapak KUA sudah duduk sambil berbicara dengan Ayah. Aku mengitari pandanganku ke seluruh ruangan mencari tahu siapa calon suamiku. Deg. Mataku tertuju pada lelaki yang berpenampilan layaknya seseorang yang akan menikah. Aku tidak percaya. Bukankah dia Andra, sahabat sekaligus cinta terpendamku. Aku terkejut karena Ibu sudah berada disampingku.

“Gimana,” tanya Ibuku.

Aku hanya mengangguk sambil tersipu malu.

Kalau yang ini mah, aku mau, Bu, jawabku dalam hati.

_ selesai_


Note: Salah satu tulisan ketika awal belajar menulis tahun 2012

Tidak ada komentar:

Lomba Menulis dari FPKS DPR RI, Hadiah 80 Jt

Lomba Menulis dari FPKS DPR RI, Hadiah 80 Jt Informasi lomba yang akan dibagikan dalam website lomba selanjutnya, adalah Lomb...