BAB
I
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan usaha manusia untuk meningkatkan
ilmu pengetahuan yang didapat baik dari lembaga formal maupun informal dalam
membantu proses transformasi sehingga dapat mencapai kualitas yang diharapkan.
Agar kualitas yang diharapkan dapat tercapai, diperlukan penentuan tujuan
pendidikan.
Tujuan pendidikan inilah yang akan menentukan
keberhasilan dalam proses pembentukan pribadi manusia yang berkualitas, dengan
tanpa mengesampingkan peranan unsur-unsur lain dalam pendidikan. Dalam proses
penentuan tujuan pendidikan dibutuhkan suatu perhitungan yang matang, cermat,
dan teliti agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Oleh karena itu
perlu dirumuskan suatu tujuan pendidikan yang menjadikan moral sebagai basis
rohaniah yang amat vital dalam setiap peradaban bangsa.
Berbicara mengenai tujuan pendidikan, bukanlah sekedar
ucapan tanpa dasar. Karena jika ditinjau dalam Alquran Dan Hadis, pembahasan
mengenai tujuan pendidikan begitu banyak. Sebagai dasar berpijak mengenai
tujuan pendidikan ini tergambar dalam alquran. Tujuan dicipatakan manusia hanya
untuk mengabdi kepada Allah SWT. Indikasi tugasnya berupa ibadah dan tugas
sebagai khalifah Allah dimuka bumi.
Sedangkan tujuan pendidikan nasional menurut UU Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dirumuskan sebagai berikut :
pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggungjawab.
Tujuan pendidikan berusaha membentuk pribadi
berkualitas baik jasmani dan rohani. Dengan demikian secara konseptual pendidikan
mempunyai peran strategis dalam membentuk anak didik menjadi manusia
berkualitas.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Berakhlak mulia
Akhlak
merupakan bentuk jamak dari Khuluq, kata ini serumpun dengan ‘khalqun’
yang berarti ciptaan. Secara Istilah akhlak menurut Ibnu Maskawaih (421 H)
adalah “suatu keadaan jiwa yang mendorong ia melakukan tindakan-tindakan dari
keadaan itu tanpa melalui pikiran dan pertimbangan. Keadaan ini terbagi
dua, ada yang berasal dari tabiat aslinya, ada pula yang diperoleh dari
kebiasaan yang berulang-ulang. Boleh jadi, pada mulanya tindakan itu melalui
pikiran dan pertimbangan, kemudian dilakukan terus menerus, maka jadilah suatu
bakat dan akhlak.”
Pendidikan
akhlak adalah pendidikan yang sangat penting bagi seorang manusia sehingga
Allah mengutus Nabi Muhammad SAW untuk menyempurnakan akhlak manusia. Hal ini
tergambar dalam sabda Nabi yang berbunyi :
Artinya : “Dari Abi
Hurairah r.a. berkata , Rasulullah SAW berkata
: sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”
Dari dua buah hadis diatas, dapat dilihat bahwa tujuan
pendidikan bagi manusia adalah menjadikan manusia berakhlak mulia. Begitu pentingnya
akhlak bagi seseorang, sehingga Nabi mengatakan bahwa orang yang paling
dicintai oleh Allah adalah orang yang paling baik akhlaknya. Hal ini tergambar
dalam beberapa hadis Nabi dibawah ini :
Artinya : “ Hamba Allah yang paling dicintai Allah, yang paling baik
akhlaknya”
Diriwayatkan
oleh : at Thabrani dalam Al kabir dari Usamah bin Syarik Ad Dzibyani. As
Suyuthi menilai hadis ini hasan. Almunawi dan Almundzari cendrung
mensahihkannya.
Mengenai akhlak ini juga ditegaskan dalam sabdanya
yang berbunyi :
اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُم كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
Artinya : ”Bertakwalah kepada Allah di mana saja engkau berada. Dan
ikutilah perbuatan dosa dengan perbuatan baik niscaya akan menghapuskannya. Dan
pergaulilah orang dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi dari Abu Dzar
radhiyallahu’anhu, hadits hasan sahih).
Akhlak seorang manusi juga menentukan niali manusia itu sendiri. Hal
ini sesuai dengan hadis dibawah ini :
إِنَّ مِنْ
أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا وَإِنَّ أَبْغَضَكُمْ إِلَيَّ وَأَبْعَدَكُمْ مِنِّي يَوْمَ الْقِيَامَةِ الثَّرْثَارُونَ وَالْمُتَشَدِّقُونَ وَالْمُتَفَيْهِقُونَ
قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ
عَلِمْنَا الثَّرْثَارُونَ وَالْمُتَشَدِّقُونَ الْمُتَفَيْهِقُونَ
قَالَ الْمُتَكَبِّرُونَ
Artinya : “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara
kalian dan yang paling dekat kedudukannya denganku di hari kiamat kelak adalah
orang yang terbaik akhlaqnya. Dan orang yang paling aku benci dan paling jauh
dariku pada hari kiamat kelak adalah tsartsarun, mutasyaddiqun dan
mutafaihiqun”. Sahabat berkata : “Ya Rasulullah…kami sudah tahu arti tsartsarun
dan mutasyaddiqun, lalu apa arti mutafaihiquun?” Beliau menjawab, “Orang yang
sombong” (HR. Tirmidzi.)[1]
Dalam hadis diatas tersirat dorongan yang kuat agar selalu berakhlak yang
mulia karena orang yang berakhlak mulia akan diridhai Allah SWT. Dan yang
berakhlak tercela akan dibenci oleh Allah SWT.
2.
Berilmu pengetahuan
Agama Islam
merupakan agama yang menghormati akal, sehingga menuntut ilmu menjadi kewajiban
setiap umat islam. Bahkan kedudukan orang yang berilmu lebih tinggi dari orang
yang beribadah. Dalam kehidupan, jika menginginkan kebahagiaan dunia dan
akhirat maka tuntutlah ilmu. Karena hanya dengan ilmu semua itu tercapai.
Seperti tergambar dalam hadis Nabi dibawah ini[2]:
Artinya : “ Barang siapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia,
maka (caranya) dengan ilmu. Dan barang siapa yang menginginkan (kebahagiaan)
akhirat, maka (caranya) dengan ilmu. Dan barang siapa menginginkan keduanya
(kebahagiaan dunia dan akhirat), maka (caranya) dengan ilmu.
Begitu
pentingnya seseorang untuk memanfaatkan akalnya sehingga mereka disuruh untuk
menuntut ilmu.
حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ أَخْبَرَنِي عَلْقَمَةُ بْنُ مَرْثَدٍ سَمِعْتُ سَعْدَ بْنَ عُبَيْدَةَ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيِّ عَنْ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
Artinya: “ Telah menceritakan kepada kami
hujjaj ibn Minhaal telah menceritakan syu’bah ia berkata ‘Alqamah ibn mursyid
telah mengkhabarkan kepadaku saya mendengar Said ibn ‘Ubaidah dari ayah
Abdurrahman al-silmy dari ‘Usman ra Nabi SAW telah bersabda: “Yang paling baik
di antara kamu adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya. (Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukhari,1987:1919)
Dalam hadis diatas dikatakan bahwa orang yang paling
baik diantara manusia adalah orang yang mempelajari alquran dan mengajarakannya
pada orang lain. Dari hadis ini dapat terlihat bahwa pentingnya ilmu dalam
kehidupan seseorang dan mengajarkannya pada orang lain. Kedudukan orang yang
menuntut ilmu pun lebih tinggi dari ahli ibadah, seperti yang tercantum dalam
hadis dibawah ini
Artinya : Dari Abu Umamah r.a. sesungguhnyanRasulullah saw bersabda
: “Kelebihan orang yang berilmu (‘alim)
dengan orang yang banyak beribadah (‘abid) seperti kelebihanku dengan seorang
yang terendah diantaramu. Kemudian rasulullah saw bersabda : Sesungguhnya Allah,
para malaikat serta penduduk langit dan bumi sampai seekor semut di sarangnya
atau ikan di lautan, semuanya bershalawat (mengucapkan selamat) bagi orang
mengajari manusia”( Tirmizi dari Abu Umamah Al
Bahili)
Hadis diatas menerangkan tentang kelebihan orang yang
berilmu yang beribadat dengan seorang ahli ibadah seperti kemuliaan rasulullah dibanding
kemuliaan orang yang terendah dikalangan sahabat. Penyamaan ini menerangkan
keharusannya orang yang berilmu beribadah dan orang yang beribadah berilmu.
Bahwa orang yang berilmu lebih utama, dikarenakan jika ia bukan ahli ibadah,
ilmunya akan tetap menjadi perhatian orang kepadanya. Adapun ahli ibadah yang
tidak berilmu dengan segala kekurangannya itu ia lebih utama dibanding seorang
berpengetahuan yang tidak beribadah yang hanya sibuk dengan berbagai urusan.
3.
Menyiapkan anak bahagia
dunia akherat
Sabda Rasul SAW[3]:
Artinya :“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang
tuanya lah yang menjadikannya nasrani, yahudi atau majusi. (HR. Bukhari).
Anak adalah karunia Allah yang tidak dapat dinilai
dengan apapun. Ia menjadi tempat curahan kasih sayang orang tua. Islam telah
memberikan dasar-dasar konsep pendidikan dan pembinaan anak, bahkan sejak masih
dalam kandungan . Jika anak sejak dini telah mendapatkan pendidikan Islam,
Insya allah ia akan tumbuh menjadi insan yang mencintai Allah dan Rasul-nya
serta berbakti kepada orangtuanya. Dalam mendidik anak orang tua hendaknya
berperan sesuai dengan fungsinya. Masing-masing saling mendukung dan membantu.
Bila salah satu fungsi rusak, anak akan kehilangan identitas.
Para orang tua harus
meneladani Nabi Ibrahim AS dan Ya’qub AS yang senantiasa mewasiatkan
anak-anaknya tentang agama ini. "Sungguh Allah telah memilih bagimu
agama ini, maka janganlah sekali-kali kamu mati kecuali telah Islam
secara benar" (QS: Al Baqarah: 132). Dalam QS.
Al Baqarah 133 disebutkan bahwa Nabi Ya'qub AS sangat memperhatikan aqidah
anak-anaknya apabila beliau wafat. Beliau menanyakan: "madzaa
ta'buduuna min ba'di" (Apa gerangan yang
akan kamu sembah setelah kematianku?).
Dasar-dasar
pendidikan anak dalam Islam dapat disimpulkan dari
berbagai ayat, antara lain QS: Luqman: 12 - 19 dan QS: As Shafaat: 102,
serta berbagai hadits Rasulullah SAW.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan adalah sesuatu hal
yang harus diikuti oleh setiap orang dalam menciptakan akhlak yang baik.
Disamping itu orang yang memiliki akhlak dan ilmu yang baik akan dihormati oleh
orang lain dan juga Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu
sehingga orang yang berilmu itu akan menjadi mulia dalam pandangan Allah apalagi dalam pandangan
manusia. Dari penjelasan diatas juga disampaikan bahwa Rasulullah SAW sangat
menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak ini, sehingga dia menyampaikan bahwa orang
yang tinggi akhlaknya sebagai orang yang beriman dan paling dekat posisinya
dengan Nabi diakhirat.
B. Saran
Dengan
adanya pembahasan mengenai tujuan pendidikan ini, diharapkan pendidikan dapat
berjalan dengan baik dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran
islam, sehingga peserta didik mampu memiliki akhlak yang mulia.
Dalam
pembahasan ini, kami mengakui masih banyak terdapat kekurangan, baik dari segi
penulisan kata maupun pemaknaannya yang kurang tepat. Oleh karena itu kami
mohon kritikan dan saran dari pembaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar