Resonansi Jiwa [4]
JESSICA
Pada
suatu malam, Budi seorang eksekutif sukses sepeti biasanya sibuk memperhatikan
berkas-berkas pekerjaan kantor yang ia bawa pulang ke rumah. Karena keesokan
harinya ada rapat umum yang sangat penting dengan para pemegang saham.
Ketika
sedang asyik menyeleksi dokumen kantor tersebut. Putrinya Jessica datang
mendekati. Berdiri tepat disampingnya sambil memegang buku cerita baru. Buku
itu bergambar seorang peri kecil yang sangat menarik perhatian Jessica.
“Pa,
lihat, Jessi punya buku baru baagus dech.”
Jessica
berusaha menarik perhatian ayahnya. Budi menengok ke arahnya sambil menurunkan
kacamatanya. Kalimat yang keluar hanyalah kalimat basa basi
“Wah
bagus ya jess
Iya
papa.
Jessica
merasa senang karena ada tanggapan dari ayahnya.
Bacain
jessi dong pa, pinta jessi dengan lembut
“Wah Papa
sedang sibuk sekali nih! jangan sekarang
dech,” sanggah Budi dengan cepat.
Lalu ia
segera mengalihkan perhatiannya pada kertas-kertas yang berserakan di depannya.
Jessica diam tapi ia belum menyerah. Dengan suara lembut dan sedikit manja ia
kembali merayu ayahnya.
“Pa, Mama
bilang papa mau baca untuk Jessi,”
“Lain
kali Jessica! Sana! papa lagi banyak kerjaan nich.”
Budi
berusaha memusatkan perhatiannya pada lembar-lembar kertas tadi. Menit demi
menit berlalu. Jessica menarik nafas panjang dan tetap disitu. Berdiri di
tempatnya penuh harap. Dan tiba-tiba ia memulai percakapan lagi
“Pa
gambarnya bagus-bagus deh, papa pasti suka.”
“Jessicaa!!!
Papa bilang lain kali.”
Budi
membentaknya dengan keras. Kali ini budi berhasil membuat Jessica mundur.
Matanya berkaca-kaca dan ia bergeser menjauhi ayahnya.
“Iya
Pa, lain kali aja ya pa,”
Ia
masih sempat mendekati ayahnya dan sambil menyentuh lembut tagan ayahnya. Ia
menaruh buku cerita di pangkuan sang ayah.
“Pa,
kalau Papa ada waktu Papa baca keras-keras ya Pa, supaya Jessica bisa dengar.”
Hari
demi hari telah berlalu. Tanpa terasa Dua pekan berlalu namun permintaan
Jessica kecil tidak pernah dipenuhi. Buku cerita peri kecil belum pernah
dibacakan bagi dirinya. Hingga suatu sore, terdengar suara hentakan keras.
Beberapa tetangga melaporkan dengan histeris bahwa Jessica kecil terlindas
kendaraan seorang pemuda mabuk yang melajukan kendaraannya dengan kencang di
depan rumah Budi.
Tubuh
Jessica mungil terlempar beberapa meter. Dalam keadaan yang begitu panik.
Ambulance didatangkan secepatnya. Selama perjalanan menuju rumah sakit. Jessica
kecil sempat berkata dengan begitu lirih.
“Papa,
Mama, Jessi takut Pa. Jessi sayang papa dan mama. “
Darah
segar terus ke luar dari mulutnya. Hingga ia tak tertolong lagi ketika
sesampainya di Rumah Sakit terdekat.
Kejadian
hari itu begitu mengguncang hati nurani Budi. Tidak ada lagi waktu tersisa
untuk memenuhi sebuah janji. Kini yang ada hanyalah penyesalan. Permintaan sang
buah hati yang sangat sederhana pun tidak ia penuhi. Masih segar terbayang
dalam ingatan Budi. Tangan kecil anaknya yang memohon kepadanya untuk
membacakan sebuah cerita. Kini sentuhan itu pun terasa sangat berarti sekali.
Sore itu
setelah segalanya berlalu. Yang tersisa hanyalah keheningan dan kesunyian hati.
Canda dan riang Jessica kecil tidak akan terdengar lagi. Budi mulai membuka
buku cerita peri kecil yang diambilnya perlahan dari onggokan main Jessica di
pojok ruangan. Bukunya sudah tidak baru lagi. Sampulnya sudah usang dan koyak. Beberapa
coretan tak berbentuk menghiasi lembar-lembar halamannya seperti sebuah kenangan
indah dari Jesica kecil.
Budi
menguatkan hati dengan mata yang berkaca-kaca ia membuka halaman pertama dan
membacanya dengan suara keras. Tampak sekali ia berusaha untuk membacanya
dengan keras. Ia terus membacanya dengan keras-keras. Halaman demi halaman
dengan berlinang air mata.
“Jessi,
dengar, papa baca buatmu nak.”
Selang
beberapa kata hatinya memohon lagi.
“Jessi
papa mohon ampun Nak. Papa sayang sama Jessi
Seakan
setiap kata dalam bacaan itu begitu menggores lubuk hatinya.
Tak
kuasa menahan sakit. Budi bersujud dan menangis. Memohon kepada Tuhan untuk
diberi satu kesempatan lagi untuk belajar mencintai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar