Part 1
Saat-saat seperti ini aku hanya ingin melakukan perjalanan.
Menuju suatu tempat yang takkan terusik oleh siapapun.
Menikmati setiap jengkal yang terlewati.
Mengenang masa-masa yang akan membangkitkan ghirahku.
Entah kenapa duduk di dalam bus menatap pinggiran jalan membuatku terasa nyaman.
Menghirup aroma angin yang melewati celah-celah jendela sambil memandang gagahnya Merapi.
Aku selalu meneriakkan bahwa AKU PASTI BISA.
Aku harus terus mencoba.
Ini hanya persoalan waktu saja.
~
Bsk, 031213
Part 2
Bbrrrr.
Air yang rasanya seperti es telah mengguyur tubuhku. Dingin. Sekarang
tubuh ini tidak lagi beradaptasi dengan cuaca dingin kaki pegunungan.
Namun aku tidak bisa mengelak karena satu jam lagi aku harus berangkat
melanjutkan perjalanan. Melanjutkan misi masa depan.
Tepat pukul 6.30 aku kembali menaiki bus menuju tempat dimana aku mengais rezeki. Berharap hari ini lebih baik lagi. Ternyata dinginnya
cuaca pagi ini seakan meruntuhkan semangatku meski tubuhku telah
dibalut dengan jaket hitam. Tidak mengapa aku harus melawannya. Ini
belum seberapa, pikirku menghibur diri.
Dan kembali
perenunganku dimulai. Seperti kataku kemarin, merenung di dalam bus
menjadi kesenangan tersendiri. Sengaja aku memilih tempat duduk di pojok
belakang agar perenunganku tidak terusik. Namun sepanjang perjalanan
Merapi begitu menggodaku. Aku teringat Novel semalam yang belum tuntas.
Kucoba untuk menikmati Novel Tere Liye lagi, Rembulan Tenggelam di
wajahmu.
Beberapa menit aku larut dengan rangkaian kalimat yang
menghipnotisku. Namun tiba-tiba rasanya kepalaku pusing. Perut seakan
diobok-obok seiring dengan bus yang melaju kencang. Aih, suasananya jadi
kacau. Akhirnya kututup novel dan kumasukkan kembali ke dalam ranselku.
Kuputuskan untuk kembali menatap Merapi. Mungkin Merapi cemburu karena
biasanya aku selalu menatapnya.
Mianhae Merapi