BAB I
PENDAHULUAN
Di negara-negara yang sudah maju,
pendidikan dipandang sebagai sarana utama untuk memecahkan masalah-masalah
sosial. Untuk beberapa masalah tertentu, kesejahteraan bangsa dibebankan ke
pundak sekolah dan universitas.
Diakui bahawa kritik-kritik sering
muncul tentang pendidikan yang sering berubah dan tidak seimbang, kurikulum
yang kurang tepat dengan mata pelajaran yang terlalu banyak dan tidak berfokus
pada hal-hal yang seharusnya diberikan. Namun masalah yang paling parah pada
setiap sistem pendidikan yaitu kurangnya evaluasi yang efektif.
Oleh sebab itu, pemakalah
menyusun makalah ini agar para pembaca
lebih memahami betapa penntingnya evaluasi pembelajaran ini dilaksanakan,
diantaranya evaluasi ini dapat memberikan pendekatan yang lebih banyak dalam
memberikan informasi kepada pendidikan untuk membantu perbaikan dan
pengembangan sistem pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Prinsip Dasar Evaluasi
Hasil Belajar
1. Prinsip Keseluruhan
Prinsip keseluruhan juga
dikenal dengan istilah prinsip komprehensif. Dengan prinsip komprehensif
dimaksudkan bahwa evaluasi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana dengan baik
apabila evaluasi tersebut dilaksanakan secara bulat, utuh atau menyeluruh.
Evaluasi ini tidak boleh
dilakukan secara terpisah-pisah, melainkan harus dilaksanakan secara utuh menyeluruh.
Dengan kata lain, evaluasi hasil belajar harus dapat mencakup berbagai aspek
yang dapat menggambarkan perkembangan atau perubahan tingkah laku yang terjadi
pada diri peserta didik sebagai makhluk hidup dan bukan benda mati. Dalam
hubungan ini, evaluasi hasil belajar disamping dapat mengungkap aspek proses
berpikir juga dapat mengungkap aspek kejiwaan lainnya yaitu aspek nilai atau
sikap dan aspek keterampilan yang melekat pada diri masing-masing individu
peserta didik.
Dengan melakukan evaluasi
hasil belajar secara bulat, utuh menyeluruh akan diperoleh bahan-bahan
keterangan dan informasi yang lengkap mengenai keadaan dan perkembangan subyek
didik yang sedang dijadikan sasaran evaluasi.
2. Prinsip Kesinambungan
Prinsip kesinambungan
dikenal dengan istilah prinsip kontinuitas (continuity).
Dengan prinsip kesinambungan dimaksudkan bahwa evaluasi hasil belajar yang baik adalah evaluasi hasil
belajar yang dilaksanakan secara teratur dan sambung-menyambung dari waktu ke
waktu.
Evaluasi hasil belajar yang
dilaksanakan secara berkesinambungan itu juga dimaksudkan agar pihak evalator
dapat memperoleh kepastian dan kemantapan dalam menentukan langkah-langkah atau
merumuskan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang perlu diambil untuk masa-masa selanjutnya
agar tujuan pengajaran sebagaimana telah dirumuskan pada Tujuan Instruksional
Khusus (TIK) dapat dicapai dengan sebaik-baiknya.
3. Prinsip Obyektivitas
Prinsip objektivitas (objectivity) mengandung makna, bahwa
evaluasi hasil belajar dapat dinyatakan sebagai evaluasi yang baik apabila
dapat terlepas dari faktor-faktor yang sifatnya subyektf.
Dalam pelaksanaan evaluasi
hasil belajar, seorang evalator harus senantiasa berpikir dan bertindak wajar,
menurut keadaan yang senyatanya, tidak dicampuri oleh kepentingan-kepentingan
yang bersifat subyektif.
B. Ciri-ciri Evaluasi
Belajar
1.
Evaluasi yang dilaksanakan
dalam rangka mengukur keberhasilan belajar peserta didik tersebut,
pengukurannya dilakukan secara tidak langsung. Seorang pendidik yang ingin
menentukan manakah di antara para peserta didik yang tergolong “lebih pandai”
ketimbang peserta didik lainnya, maka yang diukur bukanlah “pandai”nya,
melainkan fenomena yang tampak dari kepndaian yang dimiliki oleh para peserta
didik yang bersnagkutan. Dalam hubungan ini, Carl Witheington mengatakan bahwa
indikator yang dijadikan sebagi tolok ukur untuk menyatakan bahwa seorang
peserta didik termasuk kategori “pandai” apabila:
a)
Kemampuan untuk bekerja
dengan angka-angka atau bilangan-bilangan,
b)
kemampuan untuk menggunakan
bahasa yang baik dan benar,
c)
kemampuan untuk menangakap
sesuatu yang baru,
d)
kemampan untuk mengingat
sesuatu,
e)
kemampuan untuk memahami
hubungan antargejala yang satu dengan gejala yang lainnya, dan
f)
kemampuan untuk berpikir
secara abstrak.
2.
Pengukuran dalam rangka
menilai keberhasilan belajar peserta didik pada umumnya menggunakan
ukuran-ukuran yang bersifat kuantitatif, atau lebih sering menggunakan simbol-simbol
angka, selanjutnya dianaisis dengan menggunakan metode statistik unuk pada
akhirnya diberikan interprtasisecara kualitatif.
3.
Pada kegiatan evaluasi
hasil belajar pada umumnya digunakan unit-unit atau satuan-satuan tetap, hal
ini didasarkan pada teori yang menyatakan bahwa pada setiap populasi peserta
didik yang sifatnya heterogen, jika dihadapkan pada suatu tes hasil belajar
maka prestasi belajar yang mereka raih akan terlukis dalam bentuk kurva normal.
4.
Prestasi belajar yang
dicapai oleh para peseta didik dari waktu ke waktu adalah bersifat relatif,
dalam arti bahwa hasil-hasil evaluasi terhadap keberhasilan belajar peserta
didik itu pada umumya tidak selalu menunjukkan kesamaan.
5.
Dalam kegiatan evaluais
hasil belajar, sulit dihindari terjaidnya kekeliruan pengukuran.
Menurut J. P. Guilford, ada empat hal yang dipandang paling erat
hubungannya dengan kekeliruan pengukuran tersebut, yaitu
1)
Kekeliruan sampling, yaitu kekeliruan yang
diperbuat oleh tester dalam menentukan burtir-butir item sebagai sampel dari
materi pelajaran yang seharusnya diujikan. Hal ini disebabkan, setiap kegiatan
tes atau ujian, pihak penguji hanaya mengambil beberapa saja dari sekian
banyak bahan yang seharusnya diujikan.
Dengan kata lain, penguji terpaksa melakukan “reduksi” terhadap keseluruhan
bahan pelajaran yang seharusnya
diujikan, dalam bentuk sampel. Di sini pihak penguji membuat perkiraan bahwa
dengan hanya menggunakan sebagian kecil
saja dari keseluruhan materi yang seharusnya diujikan itu, ia hanya menyusun
butir-butir soal yang menurut keyakinannya cukup representatif atau layak untuk
mewakili keseluruhan materi yang ada oleh karena butir-butir soal tesitu
dijabarkan dari suatu perkiraan yang mendasarkan diri pada sampel, maka
kekeliruan hasil pengukuran akan segera terjadi manakala pemilihan dan penentuan
sampel itu sendiri tidak terlaksana secara teliti, sistematik, dan
reseprentatif,
2)
Kekeliruan scoring, yaitu kekeliruan dalam melakukan
pemberian skor, maksudnya kekeliruan hasil pengukuran yang bersumber dari
kekeliruan pihak penguji dalam memberikan skor terhadap jawaban-jawaban betul
yang telah diberikan oleh testee terhadap butir-butir soal yang diajukan dalam
tes.
3)
Kekeliruan ranking, yaitu kekeliruan yang diperbuat
oleh pemberi skor dalam menentukan urutan kedudukan skor yang dimiliki oleh peserta
didik dalam suatu tes. Sebagai akibat, testee yang seharusnya memperoleh
ranking lebih tinggi, rankingnya menjadi lebih rendah, atau sebaliknya.
4)
Kekeliuan guessing, yaitu kekeliruan yang terjadi
sebagai akibat permainan spekulasi atau tebak terka di kalangan tes-tes dalam
memberikan jawaban terhadap butir-butir soal yang diajukan kepada mereka.
Matrik tentang sumber-sumber penyebab, latar belakang dan jenis-jenis
kekliruan (error) dalam pengukuran hasil belajar:
Sumber penyebab terjadinya eror
|
Latar belakang
|
Jenis error
|
Alat evaluasi (Alat Pengukur) hasil belajar (test).
|
Butir-butir soal yang dikeluarkan dalam tes tidak mencerminkan
atau tidak merupakan wakil yang representatif dari keseluruhan bahan
pelajaran yang seharusnya diteskan.
|
Sampling error
|
Evaluator/tester
|
Evaluator bertindak kurang teliti atau kurang cermat dalam
perhitungan angka-angka (skor).
|
Scoring error dan ranking error
|
Suasana batin yang menyelimuti diri evaluator, seperti perasaan
resah, susah, murung, dan sebagainya.
Sifat pemurah atau sifat pelit yang melekat pada diri evaluator
(tester), sifat pemurah itu dapat berakibat bahwa nilai yang diberikan kepada
testee menjadi lebih tinggi dari nilai yang semestinya harus diberikan kepada
testee yang bersangkutan, dan sebaliknya.
|
||
Karena terjadinya hallo
effect, dimana evaluator terpengaruh
oleh berita, informasi dan lain-lain yang datang dari teman-teman sejawatnya,
sehingga dalam pemberian nilai hasil belajar mempengaruhi diri evaluator
tersebut.
|
||
Evaluator terpengaruh oleh hasil tes yang dicapai oleh peserta
didik pada waktu-waktu yang lalu, misalnya kesan yang jelek mengenai diri
peserta didik pada masa-masa lalu dapat berakibat pemberian nilai menjadi
lebih rendah daripada nilai yang semestinya menjadi hak peserta didik yang
bersangkutan.
|
||
Peserta didik/peserta tes
|
Peserta tes (testee) bermain tebak
terka/berspekulasi/melakukan kerja sama yang tidak sehat di dalam menerjakan
soal-soal tes.
|
Guessing error
|
Kondisi fisik, kondisi psikis dan nasib sial yang menimpa diri
testee pada saat berlangsungnya evaluasi hasil belajar.
|
Scoring error
|
|
Situasi testing
|
Suasana gaduh, kacau atau bising, pengawasan tes yang terlalu
ketat atau longgar.
|
Scoring error
|
C. Objek Evaluasi
Pembelajaran
Dalam sistem pendidikan
nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional,
menggunakan hasil klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara
garis besar membaginya menjadi tiga ranah yakni:
1. Ranah Kognitif
Ranah kognitif yaitu ranah
yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek,
yakni pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
a. Pengetahuan
Pengetahuan adalah kemampuan
seseorang untuk meningat-ingat kembali (recall)
atau mengenali kembali tentang nama, istilah, rumus-rumus dan sebagainya, tanpa
mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya.
Tipe hasil belajar
pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah yang paling rendah. Namun, tipe
hasil belajar ini merupakan prasyarat bagi tipe hasil belajar berikutnya.
Kata-kata operasional:
mendefinisikan, mendiskripsikan, mengidentifikasikan, mendaftarkan,
menjodohkan, menyebutkan, menyatakan, dan mereprosedur.
Contoh: Sebutkanlah rumus
volume prisma segitiga!
b. Pemahaman
Pemahaman adalah kemampuan
seseorang untuk mengerti atau memahami
sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat.
Tipe hasil belajar yang
lebih tinggi daripada pengetahuan adalah pemahaman.
Kata-kata opersional:
mempertahankan, membedakan, menduga, menerangkan, memperluas, menyimpulkan,
menggeneralisir, memberikan contoh, menuliskan, kembali, dan memperkirakan.
Contoh: Diantara gambar-gambar di bawah ini yang dapat disebut
sebagai segitiga siku-siku adalah:
a.
b.
c.
Untuk dapat menentukan
gambar mana yang dapat dinamakan segitiga siku-siku, maka ia harus
menghubungkan konsep segitiga dan konsep siku-siku.
c. Aplikasi
Aplikasi yaitu kesanggupan
seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode,
prinsip-prinsp, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang
baru dan kongret.
Aplikasi adalah penggunaan
abstraksi pada situasi kongkrit atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin
berupa ide, teori, atau petunjuk teknis. Suatu situasi akan tetap dilihat
sebagai situasi baru bila tetap terjadi proses pemecahan masalah. Kecuali itu,
ada satu unsur lagi yang perlu masuk, yaitu abstraksi tersebut perlu berupa
prinsip atau generalisasi, yakni sesuatu yang uumum sifatnya untuk diterapkan
pada situasi khusus.
Kata-kata operasional:
mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, menemukan, memanipulasikan, memodifikasikan,
mengoperasikan, meramalkan, menyiapkan, menghasilkan, menghubungkan,
menunjukkan, memecahkan, menggunakan.
Contoh: Untuk menyelesaikan hitungan 51 x 40 = n
maka paling tepat kita
gunakan:
a.
Hukum asosiatif
b.
Hukum komutatif
c.
Hukum distributive
d. Analisis
Analisis adalah kemampuan
seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut
bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara
bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya.
Analisis merupakan
kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe
sebelumnya. Bila kecakapan analisis telah dapat berkembang pada seseorang, maka
ia akan dapat mengaplikasikannya pada situasi baru secara kreatif.
Kata-kata operasional:
memperinci, mengasuh diagram, membedakan, mengidentifikasikan,
mengilustrasikan, menyimpulkan, menunjukkan, menghubungkan, memilih,
memisahkan, membagi.
Contoh:
Jika x bilangan rasional dan y bilangan irasional, tunjukkan
bahwa x + y, x – y, dan xy bilangan irasional!
e. Sintesis
Sintesis merupakan suatu
porses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga
menjelma menjadi suatu pola yang berstuktur atau berbentuk pola baru.
Berpikir sintesis adalah
berpikir divergen. Dalam berpkir divergen pemecahan atau jawaban belum dapat
dipastikan. Berpikir sintesis merupakan salah satu terminal untuk menjadi orang
yang lebih kreatif.
Kata-kata operasional:
mengkategorisir, mengkombinir, mengarang, menciptakan, membuat design,
menjelaskan, memodifikasikan, mengorganiasasikan, menyusun, membuat rencana,
mengatur kembali, merekonstruksikan, menghubungkan, mereorganisasikan, merevisi,
menuliskan kembali, menuliskan, dan menceritakan.
Contoh:
Fungsi f dikatakan fungsi genap pada selang I jika f(-x) = f(x) x I, dan dikatakan fungsi ganjil jika f(-x) = -f(x) x I. Berdasarkan ini,
jelaskanlah istilah fungsi tidak genap
dan fungsi tidak ganjil. Apakah
terdapat fungsi tidak genap dan tidak ganjil, serta fungsi yang genap dan ganjil?
f. Evaluasi
Evaluasi adalah pemberian
keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan,
cara bekerja, pemecahan, metode dan materil.
Kata-kata operasional:
menilai, membandingkan, menyimpulkan, mempertentangkan, mengkritik, mendiskripsikan,
membedakan, menerangkan, memutuskan, menafsirkan dan menghubungkan membantu.
Contoh:
Sebuah bangun geometri terdiri dari gabungan persegi panjang dan
segitiga samakaki yang alasnya berimpit dengan salah satu sisi persegi
panjangnya. Jika sisi persegi panjang lainnya terletak pada sumbu x dan tiga
titik sudut segitiganya terletak pada parabola y = 12 – x, tentukanlah ukuran bangun yang luasnya terbesar!
2. Ranah Afektif
Ranah afektif yaitu ranah
yang berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban,
penilaian, organisasi, dan internalisasi.
Tipe hasil belajar afektif
tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap
pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman dalam kelas,
kebiasaan belajar, dan hubungan sosial.
Ada beberapa jenis kategaori ranah afekif:
a)
Reciving, yakni semacam
kepekaan dalam menerima rangsangan dari luar yang datang kepada siswa dalam
bentuk masalah, situasi dan gejala. Kata-kata operasional: menanyakan, memilih,
mendiskripsikan, mengikuti, memberikan, mengidentifikasikan, menyebutkan,
menunjukkan, memilih, dan menjawab.
b)
Responding, yakni kemampuan
menanggapi yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikutikutsertakan dirinya
secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan
salah satu cara. Kata-kata operasionalnya yaitu menjawab, membantu,
mendiskusikan, menghormati, berbuat, melakukan, membaca, memberikan, menghafal,
melaporkan, memilih, menceritakan, dan menuliskan.
c)
Valuing, berarti menilai atau
menghargai, artinya memberikan nilai atau memberikan pengharagaan terhadap
suatu kegiatan, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan
membawa kerugian atau penyesalan. Kata-kata operasionalnya yaitu melengkapi,
menggambarkan, membedakan, menerangkan, mengikuti, membentuk, mengundang,
menggabungkan, mengusulkan, membaca, melaporkan, memilih, bekerja, mengambil
bagian, dan mempelajari.
d)
Organisasi, yakni pengembangan
dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan
nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Kata-kata
operasionalnya adalah mengubah, mengatur, menggabungkan, membandingkan,
melengkapi, mempertahankan, menerangkan, generalisasi, mengidentifikasikan,
mengintegrasikan, memodifikasikan, mengorganisir, menyiapkan, menghubungkan,
dan mensintesakan.
e)
Karaketristik nilai, yakni
keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi
pola kepribadian dan tingkah lakunya. Kata-kata operasionalnya membedakan,
menerapkan, mengusulkan, memperagakan, mempengaruhi, mendengarkan,
memodifikasikan, mempertunjukkan, menanyakan, merevisi, melayani, memecahkan,
dan menggunakan.
Contoh: “Seberapa jauh para siswa berperan aktif dalam
menyelesaikan soal latihan di depan kelas yang diberikan oleh guru”.
3. Ranah Psikomotoris
Ranah psikomotoris yaitu
ranah yang berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.
Hasil belajar psikomotoris
tampak dalam bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak individu.
Ada enam tingkatan keterampilan, yakni:
1.
Gerakan refleks, yaitu
keterampilan pada gerakan yang tidak sadar.
2.
Keterampilan pada
gerakan-gerakan dasar.
3.
Kemampuan perceptual,
termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dan
lain-lain.
4.
Kemampuan bidang fisik.
5.
Gerakan-gerakan skill.
6.
Kemampuan yang berkenaan
dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekpresif dan interpretative.
Kata-kata operasional:
1.
Muscular or motor skills:
mempertontonkan gerak, menunjukkan hasil (pekerjaan tangan), melompat,
menggerakkan, dan menampilkan.
2.
Manipulations of materials or objects: mereparasi, menyusun, membersihkan, menggeser, memindahkan,
dan membentuk.
3.
Neuromscular coordination:
mengamati, mengetrapkan, menghubungkan, menggandengkan, memadukan, merangsang,
memotong, menarik, dan menggunakan.
Contoh hasil belajar dari ranah psikomotor adalah
“ Seberapa terampil para siswa dalam menyiapkan dan menggunakan
alat-alat seperti menggunakan busur dan jangkar”.
Hasil belajar yang diatas
tidak bisa berdiri sendiri, tetapi selau berhubungan satu sama lainnya, bahkan
ada dalam kebersamaan.
D. Langkah-langkah Evaluasi
Tahap-tahap Evaluasi
a. Perencanaan
a)
Perencanaan ini berlaku
untuk tes formatif, subsumatif, sumatif, maupun ujian akhir.
b)
Merumuskan tujuan
dilaksanakannya evaluasi.
c)
Dalam menyusun tes lebih
dahulu dibuat kisi-kisi yang menggambarkan lingkup bahan pengajaran, dan
jenjang perilaku yang diukur, yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotoris.
d)
Memilih dan menentukan
teknik yang akan dipergunakan di dalam pelaksanaan evaluasi.
e)
Untuk memudahkan
pemerikasaan hasil penilaian perlu disiapkan kunci jawaban.
f)
Menyususn standar penilaian
yang akan dicapai sebagai patokan.
b. Menghimpun data
Dalam evaluasi hasil
belajar, wujud nyata dari kegiatan menghimpun data adalah melaksanakan
pengukuran, misalnya dengan menyelenggarakan tes hasil belajar (apabila evaluasi
hasil belajar menggunakan teknik tes), atau melakukan pengamatan, wawancara
atau angket (apabila evaluasi hasil belajar menggunakan teknik nontes).
c. Melakukan verifikasi data
Data yang telah berhasil
dihimpun harus disaring lebih dahulu sebelum diolah lebih lanjut. Proses
penyaringan itu dikenal dengan istilah penelitian data atau verifikasi data.
Verifikasi data dimaksudkan untuk dapat memisahkan data yang “baik” dari data
yang “kurang baik”.
d. Mengolah dan
menganalisis data
Mengolah dan menganalisis
hasil evaluasi dilakukan dengan maksud untuk memberikan makna terhadap data
yang telah berhasil dihimpun dalam kegiatan evaluasi. Dalam mengolah dan
menganalisis data hasil evaluasi itu dapat dipergunakan teknik statistik atau
teknik nonstatistik, tergantung kepada jenis data yang akan diolah dan
dianalisis.
e. Memberikan
interpretasi dan menarik kesimpulan
Penafsiran atau
interpretasi terhadap data hasil evaluasi belajar pada hakikatnya adalah
verbalisasi dari makna yang terkandung dalam data yang telah mengalami
pengolahan dan penganalisisan itu. Atas dasar interpretasi terhadap data hasil
evaluasi itu pada akhirnya dapat dikemukakan kesimpulan-kesimpulan tertentu.
f. Tindak lanjut evaluasi
Bertitik tolak dari data
hasil evaluasi yang telah disusun, diatur, diolah, dianalisis, dan disimpulkan
sehingga dapat diketahui makna yang terkandung di dalamnya maka pada akhirnya
evaluator akan dapat mengambil keputusan atau merumuskan kebijakan-kebijakan
yang dipandang perlu sebagai tindak lanjut dari kegiatan evaluasi tersebut.
E. Teknik Evaluasi
Istilah “teknik-teknik”
dapat diartikan sebagai “alat-alat”. Jadi dalam istilah “teknik-teknik evaluasi
hasil belajar” terkandung arti alat-alat yang dipergunakan dalam melakukan
evaluasi hasil belajar.
Dari segi teknik penilaian
yang dipakai kita mengenal adanya evaluasi dengan teknik tes dan evaluasi
dengan teknik non-tes.
Teknik tes mencakup tes
verbal yang terdiri dari tes tertulis dan tes lisan. Sedangkan, tes evaluasi
non-tes mencakup penagamatan (observasi), pemberian tugas, wawancara, karangan
dan skala sikap.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Prinsip penilaian dalam
evaluasi pembelajaran diantaranya prinsip keseluruhan, prinsip kesinambungan,
dan prinsip obyektivitas. Ciri-ciri evaluasi hasil belajar yaitu evaluasi yang
dilaksanakan dalam rangka mengukur keberhasilan belajar peserta didik tersebut,
pengukurannya dilakukan secara tidak langsung, pengukuran yang digunakan lebih
bersifat kuantitatif, menggunakan satuan-satuan yang tetap, prestasi yang
dicapai oleh peserta didk bersifat relatif, dan sulit untuk menghindari
kekeliruan pengukuran.
Yang menjadi objek
penilaian hasil belajar yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah
psikomotoris. Adapun langkah-langkah evaluasi menyusun perencanaan, menghimpun
data, melakukan verifikasi data, mengolah dan menganalisis data, memberikan
interpretasi dan menarik kesimpulan, dan tindak lanjut hasil evaluasi.
Dari segi teknik penilaian
yang dipakai kita mengenal adanya evaluasi dengan teknik tes dan evaluasi
dengan teknik non-tes.
B. Kritik dan Saran
Penulis menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan pengetikan dan
kekurangan dalam bahan yang tidak disengaja, melainkan karena keterbatasan
pengetahuan penulis. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan
saran dari pembaca demi perbaikan makalah ini di masa datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar