PALESTINE VS VALENTINE
14 Februari. Yupz, Valentine Day. Momen
spesial buat muda-mudi zaman sekarang. Konon katanya 14 Februari diabadikan
sebagai hari kasih sayang. Saatnya mengungkapkan cinta dan sayang kepada
pasangan atau hanya sekadar tukaran kado. Jauh berbeda denganku karena tidak
ada yang spesial dengan tanggal 14 Februari. Aku dan keluarga selalu
mencanangkan setiap hari sebagai hari kasih sayang. Jadi kami sekeluarga tidak
pernah memperingati valentine day atau mengucapkan happy valentine kepada teman
dan kerabat. Say No to Valentine, ideologi keluarga.
Aku dan adik-adik dilarang ayah dan ibu
membicarakan valentine day, apalagi merayakannya. Karena dalam Islam tidak ada
yang namanya hari khusus untuk memperingati hari kasih sayang. Setiap hari
adalah hari kasih sayang. Ditambah pula valentine day merupakan budaya barat.
Hal ini sangat bertentangan dengan paham keluargaku yang anti dengan budaya
barat. Tetapi aku mau berkisah tentang persiapan teman-temanku di SMA yang
sibuk memikirkan persiapan valentine mereka. Mulai dari persiapan pakaian apa
yang akan mereka pakai, kado apa yang akan diberikan kepada pasangan, bahkan
dandanan seperti apa yang akan mereka bawakan ketika party nanti juga menjadi
topik terhangat diantara mereka. Aku hanya termangu-mangu melihat mereka yang
tidak henti-hentinya berceloteh tentang valentine. Valentine oh valentine.
Begitu kuatkah pesona dirimu hingga mampu menyihir setiap pasangan yang dimabuk
asmara. Bahkan kasih sayang menjadi dalih pembenaran untuk ikut partisipasi di
hari bahagia umat non muslim.
Oya lupa, satu lagi mereka juga membicarakan
pasangan yang mereka bawa nanti. Teman-teman yang tidak punya pasangan akan
dicarikan pasangan oleh yang lain. Hadueh, pokoknya hari itu harus menjadi hari
yang spesial dalam hidup mereka. Ckckck… sungguh menyedihkan memang.
Ketika dunia dihebohkan dengan krisis akhlak
dan moral. Serta kasus Palestina yang tidak kunjung menemukan solusi. Bahkan
penyerangan Israel yang tak henti-hentinya terhadap Palestina menjadi berita
terhangat di media cetak dan elektronik. Ironisnya, Palestina menjadi pihak
yang selalu dituding dalam pemberitaan. Padahal telah berpuluh ribu korban
berjatuhan, mulai dari orang tua, dewasa, remaja, bahkan anak-anak sekalipun
tidak luput dari rudal Israel. Tidak peduli laki atau perempuan. Tidak pandang
bulu. Siapapun mereka atas nama warga Palestine bersiap-siaplah menjemput
kematiannya. Tetapi hal itu tidak pernah menyisakan kekhawatiran bagi rakyat
Palestine. Bahkan semangat juang mereka semakin menggebu-gebu. Kematian suatu
hal yang mereka dambakan. Syahid dijalan-Nya. Ditambah lagi kasus bentrokan
para demonstran Mesir yang juga menelan korban jiwa. Tetapi mengapa kita yang
juga seorang Muslim malah sibuk dengan persiapan menyambut acara yang
notabenenya bukan dari Islam. Sedangkan mereka masih sempat-sempatnya
bersenang-senang seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Astaghfirullah, sampai
kapan kita akan terpengaruh dengan budaya yang sama sekali tidak mendidik itu.
Waduh kok sampai ke Palestina segala ya? Hehe… tidak apa-apa kan aku cerita,
toch memang kenyataannya seperti itu kan.
Oya kembali ke valentine day yah, sekarang
tanggal 13 Februari. H-1 menjelang valentine day. Teringat perbincangan dengan
teman-temanku disekolah kemarin. Masih terngiang cemoohan mereka karena aku
menolak untuk ikut party besok.
“Idih … sok suci kamu, pake Say No to
Valentine segala, padahal kamu pengen kan!” ujar Kemala dengan sinisnya.
“Iya, pake dalih segala yang penting kita
nggak murtad,” sambut Vindy.
“He eh, pake acara Cay No Palentine segala!”
ejek Clara dengan English-nya yang diplesetkan.
Huh … capek dech ngomong sama mereka, mau
dibilang seratus kali pun Say No to
Valentine. Kagak bakalan mengerti. Tapi ya sudahlah, yang penting aku telah
mengingatkan mereka. Up to you aja
dech… Aku hanya diam. Lagian untuk apa berdebat. Buang-buang energi aja. Toch
mereka tidak bakalan membatalkan acaranya. Yang penting aku tidak
berpartisipasi dalam pesta maksiat nantinya.
* * *
Pukul 23.50
WIB, 13 Februari, at my home.
Detik-detik menjelang 14 Februari, teringat
teman-temanku yang sedang bersenang-senang menunggu datangnya Valentine day.
Entah kenapa perasaanku tidak enak sejak sore tadi. Feeling-ku kurang bagus mengenai party teman-teman.
“Ah, kenapa aku harus memikirkan acara itu,
apa untungnya bagiku,” gumamku membatin.
Lalu
kuputuskan untuk wudhu dan shalat Isya, karena sedari tadi aku keasyikan
membaca antologi cerpen Palestine. Setelah shalat aku langsung tidur, berharap
esok pagi mau menungguku kembali. Bismika
allahumma ahyawabismika aamut.
***
“Dor … Dor … Dor … “
Bunyi letupan senjata itu terdengar jelas
ditelingaku. Tank-tank Israel melakukan penyerangan di pagi buta, saat Adzan
Subuh mulai berkumandang. Terdengar pekikan takbir bergema mengiringi setiap
tembakan yang dilancarkan zionis Israel. Tetapi kenapa aku ada di sini? Sejak
kapan aku berada di Palestine. Mendengarkan suara dentuman senjata yang
menembaki pemukiman warga. Serta pekikan wanita dan anak-anak karena tembakan
tentara Israel. Mengherankan. Suara itu sangat dekat dari tempat tinggalku.
Bukannya semalam aku masih di Indonesia, di rumah tercintaku. Tiba-tiba
terdengar suara tembakan mengarah ke pintu rumahku. Sepasukan tentara mendobrak
pintu, lalu menembak membabi buta. Orang tuaku yang sedang melakukan shalat
Subuh berjamaah langsung tersungkur bersimbah darah. Aku langsung berteriak
memanggil ayah dan ibu.
***
“Ayaah … Ibuu …” teriakku tertahan.
Tiba-tiba tubuhku diguncang seeorang.
“Moniic, bangun sayang kamu kenapa? Ini ayah
dan ibu di sini nak,” ujar ibuku khawatir.
“Iya, kamu kenapa nak, mimpi buruk ya,”
terdengar suara ayah menimpali.
Suara lembut ibu membangunkanku. Perlahan aku
membuka mata dan menatap Ayah. Astaghfirullah, ternyata aku hanya mimpi. Untung
ayah dan ibuku masih ada. Aku langsung memeluk ibu dengan erat layaknya anak
kecil yang sedang ketakutan. Ibu keheranan melihat tingkahku. Lalu aku
menceritakan apa yang terjadi dalam mimpiku semalam. Ayah dan ibu cuma geleng-geleng
kepala mendengar celotehanku.
“Mungkin karena pengaruh buku yang kamu baca
semalam, ya sudah sekarang ambil wudhu kita shalat berjamaah,” ujar ayah
menanggapi ceritaku.
“Iya, buruan sana nanti kita terlambat shalat
subuhnya,” tambah ibu.
“Ya Bu,” jawabku pendek.
Aku langsung menuruti kata-kata ayah dan ibu
sambil berjalan menuju kamar mandi. Ayah dan Ibu menunggu sambil membaca
Al-quran. Pikiranku masih melayang-layang mengingat mimpi semalam. Kengerian
mendengar tembakan dan teriakan orang-orang masih lekat dibenakku. Namun aku
mencoba menepisnya.
Subuh kali ini begitu hangat tetapi penuh
misteri. Tiba-tiba aku dikagetkan dengan panggilan ibu. Salah seorang teman
sekelasku barusan menelfon, mengatakan bahwa Kemala ditangkap polisi karena
ketahuan membagi-bagikan pil ekstasi saat party semalam.
Astaghfirullah, apa yang terjadi. Apakah ini
pertanda yang Engkau tunjukkan semalam. Terimakasih atas perlindungan-Mu Rabb,
ucapku membatin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar