Senin, 13 Agustus 2012

Resonansi Jiwa [10] Sang Juara


Suatu ketika seorang anak sedang mengikuti sebuah lomba balap mobil mainan. 

Suasana sungguh meriah siang itu Karena saat itu adalah babak final. Hanya tersisa empat orang sekarang dan mereka memamerkan setiap mobil yang dimiliki. Semuanya buatan sendiri sebab memang begitulah peraturannya.
Ada seorang anak bernama Peter. Mobilnya tidak begitu istimewa namun ia termasuk dalam empat orang anak yang masuk final. Dibanding semua lawannya mobil Peter yang paling tidak sempurna. Beberapa anak menyangsikan kekuatan mobil itu untuk berpacu melawan mobil yang lainnya.
Yah, memang mobil itu tidak begitu menarik. Dengan kayu yang sederhana dan sedikit lampu kedip di atasnya. Tentu tidak sebanding dengan hiasan mewah yang dimiliki mobil lainnya. Namun Peter bangga itu semua sebab mobil itu buatan tangannya sendiri. 
Tibalah saat yang dinantikan. Final kejuaraan mobil balap mainan. Setiap anak mulai bersiap-siap di garis start untuk mendorong mobil mereka kencang-kencang. 

Di setiap jalur lintasan telah siap empat mobil dengan empat pembalap kecilnya. Lintasan itu berbentuk lingkaran dengan empat jalur terpisah diantaranya. 

Namun sesaat kemudian Peter meminta waktu sebentar sebelum lomba di mulai. Ia tampak berkomat kamit seperti sedang berdoa. Matanya terpejam dengan tangan yang tertangkup memanjatkan doa. Lalu semenit kemudian ia berkata.
“Ya aku siap,”
“Doorr!”
Tanda telah di mulai. Dengan satu hentakan kuat. Mereka mulai mendorong mobilnya kuat-kuat. Semua mobil itu pun meluncur dengan cepat. Setiap orang bersorak sorai, bersemangat menjagokan mobilnya masing-masing.
“Ayo, ayo, cepat, cepat, maju maju maju ayo!” begitu teriak mereka.
Dan ternyata Peter-lah pemenangnya. Ya semuanya senang. Begitu juga Peter.
Ia berucap dan berkomat kamit lagi dalam hati
“Terimakasih tuhan.”
Saat pembagian piala tiba Peter maju ke depan dengan bangga. 

Sebelum piala itu diserahkan ketua panitia bertanya.
“Hai jagoan, kamu pasti tadi berdoa kepada Tuhan agar kamu menang kan?”
Peter terdiam.
“Bukan pak! bukan itu yang aku panjatkan. Sepertinya tidak adil untuk meminta kepada Tuhan untuk menolong saya mengalahkan orang lain. 
 Saya hanya memohon kepada Tuhan supaya saya tidak menangis jika saya kalah.”
Semua hadirin terdiam mendengar hal itu.
Setelah beberapa saat terdengar gemuruh tepuk tangan memenuhi ruangan.
#Summary
Mungkin telah banyak waktu kita habiskan berdoa kepada Tuhan untuk mengabulkan setiap permintaan kita. Menjadikan kita nomor satu. Menjadi yang terbaik, menjadi pemenang dalam setiap ujian.

Padahal, Bukankah yang kita butuhkan adalah bimbinganNya, tuntutanNya, dan panduanNya. Kita sering terlalu lemah untuk percaya bahwa kita kuat. Kita sering lupa dan kita sering merasa cengeng dengan kehidupan ini. Tidak adakah semangat perjuangan yang mau kita lalui. 

Saya yakin Tuhan memberikan ujian yang berat bukan untuk membuat kita lemah, cengeng dan mudah menyerah. Sesungguhnya Tuhan sedang menguji hambaNya yang sholeh.

Tidak ada komentar:

Lomba Menulis dari FPKS DPR RI, Hadiah 80 Jt

Lomba Menulis dari FPKS DPR RI, Hadiah 80 Jt Informasi lomba yang akan dibagikan dalam website lomba selanjutnya, adalah Lomb...